Desa Sindang
Sejarah Desa
Sejarah desa ini disusun berdasarkan cerita rakyat yang beredar secara turun-temurun :
Berdasarkan hikayat berdirinya Desa Sindang sekitar abad ke 16 yaitu sejak dibukanya hutan belantara oleh sekelompok orang yang dipimpin oleh dua wanita berparas cantik dan sakti yang bernama Nyi Entay Sari dan Nyi Indang Sari, sejak saat itu tersebutlah Dukuh Panyindangan.
Setelah lama memimpin Nyi Entay Sari dan Nyi Indang Sari menghilang tanpa jejak. Namun berdasarkan kepercayaan masyarakat yang terus berkembang sampai sekarang bahwa kedua wanita cantik tersebut merupakan leluhur yang terus menjaga desa (ngageugeuh desa-bahasa sunda) sampai sekarang.
Tokoh-tokoh sekaligus pemimpin Dukuh Panyindangan setelah Nyi Entay Sari dan Nyi Indang Sari lama tiada, antara lain :
1.Embah Salbiyah, dimakamkan di Makam Luhur
2.Embah Bahrul Asikin atau Embah Sayid Usman atau Embah
Bayur yang dimakamkan disebelah barat Desa, beliau penyebar
Agama Islam putra Syekh Bayanilah yang asal mulanya keturunan dari Baghdad (Irak). Atas ketokohan dalam penyebaran Agama Islam, setiap Kamis akhir Syawal Puasa tidak kurang dari 5.000 (lima ribu) orang datang dari berbagai wilayah untuk melaksanakan HAOLAN.
Singkat Cerita pada Abad ke 18 tepatnya tahun 1845 warga masyarakat Dukuh Panyindangan mengadakan musyawarah untuk menentukan siapa yang pantas menjadi pemimpin Dukuh Panyindangan, dan saat itu terpilihlah Jayakarama sebagai pemimpin Dukuh Panyindangan.
Jayakarama pun menerima dengan syarat nama Dukuh Panyindangan diubah menjadi Desa Sindang, dengan harapan penggantian nama tersebut Desa Sindang menjadi desa yang berkembang dan gemilang.
Pada kepemimpinan Atma Santana (1912-1947) sejarah mengatakan bahwa Desa Sindang mempunyai peran penting pada jaman perang kemerdekaan Republik Indonesia, karena pada saat itu Desa Sindang ini merupakan Pusat Komando Gerilya Daerah V dan tempat Pemerintahan Darurat Kabupaten dalam upaya mengusir penjajah Belanda.juga sebagai tempat para pejuang yang ada di Desa Gintung, Gunungkuning dan Indrakila serta Pajajar bersiap-siap untuk melakukan hijrah ke Jogjakarta dan merupakan pos pemberangkatan, maka sejak itu Desa Sindang dijuluki “Jogja Kecil”, oleh karena itu sampai sekarang nama Jogja Kecil diabadikan menjadi jalan protokol di Desa Sindang.
Berdasarkan hikayat berdirinya Desa Sindang sekitar abad ke 16 yaitu sejak dibukanya hutan belantara oleh sekelompok orang yang dipimpin oleh dua wanita berparas cantik dan sakti yang bernama Nyi Entay Sari dan Nyi Indang Sari, sejak saat itu tersebutlah Dukuh Panyindangan.
Setelah lama memimpin Nyi Entay Sari dan Nyi Indang Sari menghilang tanpa jejak. Namun berdasarkan kepercayaan masyarakat yang terus berkembang sampai sekarang bahwa kedua wanita cantik tersebut merupakan leluhur yang terus menjaga desa (ngageugeuh desa-bahasa sunda) sampai sekarang.
Tokoh-tokoh sekaligus pemimpin Dukuh Panyindangan setelah Nyi Entay Sari dan Nyi Indang Sari lama tiada, antara lain :
1.Embah Salbiyah, dimakamkan di Makam Luhur
2.Embah Bahrul Asikin atau Embah Sayid Usman atau Embah
Bayur yang dimakamkan disebelah barat Desa, beliau penyebar
Agama Islam putra Syekh Bayanilah yang asal mulanya keturunan dari Baghdad (Irak). Atas ketokohan dalam penyebaran Agama Islam, setiap Kamis akhir Syawal Puasa tidak kurang dari 5.000 (lima ribu) orang datang dari berbagai wilayah untuk melaksanakan HAOLAN.
Singkat Cerita pada Abad ke 18 tepatnya tahun 1845 warga masyarakat Dukuh Panyindangan mengadakan musyawarah untuk menentukan siapa yang pantas menjadi pemimpin Dukuh Panyindangan, dan saat itu terpilihlah Jayakarama sebagai pemimpin Dukuh Panyindangan.
Jayakarama pun menerima dengan syarat nama Dukuh Panyindangan diubah menjadi Desa Sindang, dengan harapan penggantian nama tersebut Desa Sindang menjadi desa yang berkembang dan gemilang.
Pada kepemimpinan Atma Santana (1912-1947) sejarah mengatakan bahwa Desa Sindang mempunyai peran penting pada jaman perang kemerdekaan Republik Indonesia, karena pada saat itu Desa Sindang ini merupakan Pusat Komando Gerilya Daerah V dan tempat Pemerintahan Darurat Kabupaten dalam upaya mengusir penjajah Belanda.juga sebagai tempat para pejuang yang ada di Desa Gintung, Gunungkuning dan Indrakila serta Pajajar bersiap-siap untuk melakukan hijrah ke Jogjakarta dan merupakan pos pemberangkatan, maka sejak itu Desa Sindang dijuluki “Jogja Kecil”, oleh karena itu sampai sekarang nama Jogja Kecil diabadikan menjadi jalan protokol di Desa Sindang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar